This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
Freelance translator and/or interpreter, Verified site user
Data security
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
German to Indonesian: Neurobiologie der Sprache General field: Science Detailed field: Linguistics
Source text - German Bei der Neurolinguistik handelt es sich um den interdisziplinären Zusammenschluss von Teilen der Linguistik, Psycholinguistik, Sprachphilosophie, Neuropsychologie und Neuroinformatik. In der experimentellen Neurolinguistik werden Sprachverarbeitungsprozesse untersucht, indem die der Sprachrezeption und Sprachproduktion zugrunde liegenden hirnphysiologischen Prozesse mit elektrophysiologischen bzw. bildgebenden Verfahren der Neurowissenschaft analysiert werden. Es werden sowohl Sprachgesunde als auch Patienten mit einer Sprachstörung aufgrund einer Hirnschädigung (Aphasie) untersucht. Ergebnisse solcher Untersuchungen liefern Antworten zu fragen nach der Funktionsweise von Sprache im Gehirn. Diese Erkenntnisse zur Physiologie der Sprachverarbeitung bilden eine wesentliche Grundlage z.B zum Verständnis des kindlichen Erstspracherwerbs, des Zweitspracherwerbs sowie der Wiederherstelung von Sprache nach einer Hirnschädigung. Neben der Grundlagenforschung zur Sprachfunktion allgemein stellen klinische Diagnostik und Therapie von Sprachbeeinträgungen einen wichtigen Anwendungsbereich neurolinguistischer Forschungsergebnisse dar. In zunehmenden Maße tragen neurolinguistische Forschungsergebnisse auch zur weiteren empirischen Fundierung linguistischer Theoriebildung bei, da anhand empirischer Befunde theoretische Modelle zur Sprachverarbeitung unterstützt oder in Frage gestellt werden können. Dieser Bereich der Linguistik ist noch vergleichsweise neu. Das Wissen, wie Sprache im Gehirn realisiert ist, wird jedoch in naher Zukunft einen großen Einfluss haben, z.B. auf schulische Lernstrategien, Fremdsprachendidaktik, sprachtherapeutische Maßnahmen oder die technische Entwicklung von künstlichen Kommunikationen (Computer, Roboter) im Rahmen der Cognitive Interation Technology.
1. Sprache und Gehirn
Die Fragen nach dem Ursprung der eigenen Herkunft, des Denkens und der Selbsterkenntnis sind vermutlich so alt wie der Mensch selbst. Die sichere Erkenntnis, dass alle Kognitionsprozesse letztlich auf Eigenschaften des Gehirns zurückgehen, liegt jedoch erst wenige hundert Jahre zurück.
Bereits vor über 5000 Jahren (1. Dynastie) konnte man in Ägypten Medizin studieren. Der älteste bislang bekannte schriftsprachliche Beleg für die Wissenschaftliche Beschäftigung des Menschen mit medizinischer Lehre ist eine 3600 Jahre alte Papyrusrolle aus Ägypten. Aber noch für die griechischen Gelehrten der Antike war es über viele Jahrhunderte unklar, ob es sich beim Gehirn nicht nur um ein Kühlorgan handelt, da es doch stark durchblutet wird und eine kühlrippenähnliche Oberfläche aufweist. Zudem war durch Kopfverletzungen bekannt, dass das Gehirn schmerzunempfindlich ist, während Verletzungen des Brust- oder Bauchraumes sich als äußerst schmerzhaft erwiesen hatten. Weiterhin bewirken z.B. starke Gefühle wie Liebe oder Trauer eher empfindungen in Bauch und Brust als im Kopf. Da zudem das schlagende Herz nicht nur als Kreislaufpumpe und als warm erkannt (Als generelle Eigenschaft der hochentwickelten Warmblüter), sondern auch generell als Zeichen des Lebens verstanden wurde, galt über lange Zeit das Herz als Sitz der Seele und des Denkens (kardiozentrisches Weltbild, z.B. von Plato (427-347 v. Chr.)). Erst sehr viel später setzte sich die, z.B von Plato (427-347 v. Chr.) vertretene Annahme durch, dass das Gehirn als Ort der Denkvorgänge anzusehen sei (zephalozentrisches Weltbild). Eine endgültige Klärung dieser Streitfrage zugunsten des Gehirns wurde erst vor wenigen hundert Jahren erreicht (vgl. Finger 1994). Spätestens seit dieser Zeit werden kognitive Prozesse auf ein neuronales Substrat zurückgeführt. Gegenwärtig wird davon ausgegangen, dass das menschliche Bewusstsein und die Sprachfähigkeit auf Eigenschaften des Gehirns bassieren und diese mit physiologischen Techniken untersucht werden können. Die der Kognition zugrunde liegenden Hirnfunktionen sind jedoch erst ansatzweise verstanden. Obwohl sich die neurophysiologische Forschung in den letzten 100 Jahren geradezu explosionsartig entwickelt hat und sich vor allem die letzten drei Jahrzehnte durch einen enormen Erkenntniszuwachs auszeichnen, fehlt der wirkliche Durchbruch zum Verständnis der Physiologie der Sprachfähigkeit nach wie vor. So ist es nicht verwunderlich, dass die Frage nach der Sprachfunktion und den neuronalen Grundlagen der Sprachverarbeitung eine der größten Herausforderungen innerhalb der Neurolinguistik darstellt (Pulvermüller 2002; Müller 2003). Erstmals kann nun überprüft werden, inwieweit theoretische Modelle der Linguistik eine physiologisch-kognitive Entsprechung haben. Noch ist es unklar, ob z.B. die linguistisch motivierte Annahme von Sprachmodulen (z.B. Syntaxmodul, Lexikon) theoretische Konstrukte sind oder ob sie eine reale physiologische Grundlage haben. Solche Befunde zur kognitiven Realität und vor allem zur physiologischen Realität von Sprachprozessen können jedoch mit neurolinguistischen Methoden erhoben werden. Diese für die Versuchspersonen in der Regel unbedenklichen Techniken zur Untersuchung kognitiver Prozesse im intakten Gehirn ermöglichen es, Prozesse der akustischen Wahrnehmung, der phologisch/syntaktisch/semantisch/pragmatischen Analyse sowie der Planung, Konstituierung und Artikulation von Sprache im lebenden Gehirn unmittelbar zu erfassen, ohne die Versuchsperson zu beeinträchtigen (Büchel et al. 2006)
Translation - Indonesian Neurolinguistik merupakan gabungan interdisiplin ilmu linguistik, psikolinguistik, filsafat bahasa, neuropsikologi dan neuroinformatika. Dalam penelitian neurolinguistik diteliti proses pengolahan bahasa yang didalamnya dianalisis produksi dan pemerolehan bahasa berdasarkan proses fisiologi otak dengan elektrofisiologi atau teknik pencitraan neorologi. Selain itu diteliti juga kelancaran berbahasa serta gangguan fungsi bicara (afasia). Hasil dari penelitian ini menghantarkan kita pada jawaban atas pertanyaan cara diolahnya bahasa dari otak. Pengetahuan akan proses fisiologi ini membentuk sebuah landasan yang mengakar seperti pemahaman pemerolehan bahasa anak, pemerolehan bahasa asing serta pemerolehan kembali bahasa setelah mengalami kelainan otak. Disamping penelitian dasar atas fungsi bahasa secara umum, neurolinguistik menjabarkan juga kegunaan penting dari hasil penelitiannya, yakni diagnosa klinis dan terapi hambatan berbicara. Karena dengan bantuan hasil pemeriksaan empiris model teoretis pengolahan bahasa yang dapat diteliti atau dapat dipertanyakan maka penemuan neurolinguistik ini juga semakin menyumbang pembentukan teori linguistik empiris. Bidang linguistik ini masih relatif baru. Pengetahuan tentang bagaimana bahasa di otak diwujudkan akan memiliki pengaruh yang besar pada masa yang akan datang seperti pada strategi belajar di sekolah, teori pembelajaran bahasa asing, tindakan terapi bahasa atau perkembangan teknis komunikator buatan (komputer, robot) dalam kerangka teknologi interaksi kognitif.
1. Bahasa dan Otak
Pertanyaan atas asal usul, pemikiran, dan penyebaran prinsip ini diduga sudah berlangsung sejak terciptanya manusia. Temuan pasti bahwa semua proses kognitif yang pada akhirnya akan kembali pada karakteristik otak, awalnya direalisasikan beberapa ratus tahun ke belakang.
Sudah lebih dari 5000 tahun (dinasti pertama) orang-orang di yunani sudah mengenali ilmu kedokteran. Bukti tertulis aktifitas keilmuan manusia dalam bidang kedokteran paling tua yang terkenal hingga saat ini adalah kertas papirus gulungan asal yunani yang berusia 3600 tahun. Tetapi bagi ilmuwan yunani zaman antik ada hal yang tidak jelas selama ratusan tahun lebih, yakni apakah otak hanya sebuah organ beku, karena ia dialiri oleh darah yang sangat banyak dan permukaan yang mirip dengan radiator. Ditambah lagi, melalui kelainan otak diketahui bahwa otak tidak sensitif terhadap nyeri, berbeda halnya dengan luka pada rongga dada atau perut yang tergolong sangat menyakitkan. Selanjutnya perasaan yang kuat seperti cinta dan kesedihan lebih berdampak di wilayah dada dan perut daripada wilayah kepala. Seperti juga diketahui detak jantung tidak hanya dikenal sebagai pompa sirkulasi darah atau sebagai penghangat (karakteristik umum orang berdarah panas), tetapi juga umumnya dipahami sebagai tanda kehidupan, sehingga organ hati dikenal untuk waktu yang lama sebagai pusat jiwa dan pikiran (gambaran kardiosentris, Plato (427-347 SM)). Beberapa waktu kemudian sebuah konsep dari plato berhasil menunjukkan bahwa otak adalah pusat pikiran (serebrosentris). Akhir perdebatan atas fungsi otak ini dicapai akhirnya beberapa tahun berikutnya. Secara perlahan sejak saat itu, proses kognitif digolongkan kembali ke dalam substrat syaraf. Sekarang hal ini menjadi dasar bahwa kesadaran dan kemampuan berbahasa manusia didasarkan atas karakteristik otak dan hal ini dapat dibuktikan dengan metode fisiologi. Fungsi otak yang berdasarkan substansi kognitif juga dipahami dengan penelitian ini. Walaupun penelitian neuropsikologi telah berkembang pesat dalam 100 tahun terakhir dan telah mengalami perkembangan keilmuan yang sangat besar dalam 30 tahun terakhir, gebrakan pemahaman fisiologi kemampuan bahasa dirasakan masih kurang. Sehingga bukanlah suatu hal yang aneh ketika pertanyaan fungsi bahasa dan dasar pengolahan bahasa menjadi sebuah tantangan terbesar neurolinguistik (Pulvermüller 2002; Müller 2003). Awalnya hanya bisa diuji sejauh mana model teoretis linguistik memiliki kecocokan fisiologis kognitif. Hal lain yang masih belum jelas adalah apakah penerimaan linguistik dari modul bahasa (modul sintaksis, leksikal) merupaan konstruksi teoretis atau memiliki sebuah dasar fisiologi konkret. Hasil pemeriksaan terhadap realitas kognitif dan terutama terhadap realitas fisiologi dalam proses kebahasaan dapat juga diangkat dengan metode neurolinguistik. Hal ini memungkinkan bagi subjek percobaan dalam aturan teknik-teknik yang tak terpikirkan dalam penelitian proses kognitif yang utuh dalam otak untuk menangkap proses persepsi akustis, analisis fonologis/ sintaktis/semantis/pragmatis dan rencana, konstruksi serta artikulasi bahasa dalam otak secara tidak terpisah, tanpa mengurangi usaha manusia.
English to Indonesian: Sunday Mornin' Comin' Down General field: Art/Literary Detailed field: Poetry & Literature
Source text - English Sunday Mornin' Comin' Down
Well, I woke up Sunday morning
With no way to hold my head that didn't hurt.
And the beer I had for breakfast wasn't bad,
So I had one more for dessert.
Then I fumbled in my closet through my clothes
And found my cleanest dirty shirt.
Then I washed my face and combed my hair
And stumbled down the stairs to meet the day.
I'd smoked my mind the night before
With cigarettes and songs I'd been picking.
But I lit my first and watched a small kid
Playing with a can that he was kicking.
Then I walked across the street
And caught the Sunday smell of someone's frying chicken.
And Lord, it took me back to something that I'd lost
Somewhere, somehow along the way.
On a Sunday morning sidewalk,
I'm wishing, Lord, that I was stoned.
'Cause there's something in a Sunday
That makes a body feel alone.
And there's nothing short a' dying
That's half as lonesome as the sound
Of the sleeping city sidewalk
And Sunday morning coming down.
In the park I saw a daddy
With a laughing little girl that he was swinging.
And I stopped beside a Sunday school
And listened to the songs they were singing.
Then I headed down the street,
And somewhere far away a lonely bell was ringing,
And it echoed through the canyon
Like the disappearing dreams of yesterday.
Translation - Indonesian Pagi Minggu Pun Berlabuh
Ah, kuterbangun di pagi minggu
Termangu seraya mencengkeram kepalaku yang tak mandam.
Bir yang kuteguk 'tuk sarapan terasa nikmat,
Kuteguk lagi sebagai pencuci mulut.
Lalu kujamah baju-baju dalam lemariku
Dan kutemukan sebuah kemeja lusuh nan paling rapi.
Lantas kucuci muka dan kusisir rambutku,
Kuberjalan sempoyongan, meniti tangga 'tuk menyongsong hari.
Semalam kubius batinku
Dengan cerutu dan lagu yang kulantunkan.
Saat kusulut batang pertama, kulihat sesosok anak kecil
Tengah bermain dengan sebuah kaleng yang ia sepak.
Lalu kumelangkah menyeberangi jalan,
Kucium aroma khas minggu dari seseorang yang tengah merendang ayam.
Ya Tuhan, kuterkenang akan suatu hal yang telah sirna
Dari suatu tempat, di sepanjang jalan, entah bagaimana caranya.
Di sepanjang pinggiran jalan di pagi minggu,
Andai saja aku sebongkah batu, hasratku.
Sebab ada sesuatu yang membuatku hampa
Tatkala minggu menyapa.
Tak lain dan tak bukan hanya kesunyian
Yang datang sehening riuh sepi
Pinggiran jalan kota mati
Dan pagi minggu pun berlabuh
Di taman kusaksikan seorang ayah
Tengah membuai gadis kecilnya yang tertawa bahagia.
Kuterhenti di samping sebuah sekolah minggu,
Kuterbuai akan lantunan lagu yang mereka senandungkan.
Lalu kumelintas menyusuri jalan.
Dari kejauhan terdengar denting lonceng yang terkucil
Nan bergema menembus ngarai
Bak mimpi hari kemarin yang telah pupus.
German to Indonesian (Bachelor's Degree in German Studies, majoring in Translation Studies, verified) Indonesian to English (International Association of Conference Interpreters, verified)
Thank you for visiting my profile!
Vielen Dank für Ihren Besuch auf meinem Profil!
Terima kasih telah mengunjungi profil saya!
German-English-Indonesian Translator and Interpreter with more than 6 years experience in translation, localization and professional interpreting projects. Specializes in Business/Commerce, Education/Pedagogy, Engineering, Human Resources, Journalism, Legal, Linguistics, Mining & Minerals, Social Science
Personal and professional background
I am a native indonesian speaker who has a bachelor's degree (2013) in germanistics from Universitas Padjadajaran, Bandung, Indonesia. The main focus of my study was linguistics and translation studies and I did a research for my thesis on politeness comparison between indonesian and german language.
Language Pairs/Spracheenpaar/Pasangan Bahasa:
English-Indonesian
German-Indonesian
Indonesian-English
German-English
Membership/Mitgliedschaft/Keanggotaan:
Himpunan Penerjemah Indonesia (Association of Indonesian Translators):HPI_Ano
Proz.com: Proz_Ano
TranslatorsCafe.com: TC_Ano