This site uses cookies.
Some of these cookies are essential to the operation of the site,
while others help to improve your experience by providing insights into how the site is being used.
For more information, please see the ProZ.com privacy policy.
This person has a SecurePRO™ card. Because this person is not a ProZ.com Plus subscriber, to view his or her SecurePRO™ card you must be a ProZ.com Business member or Plus subscriber.
Affiliations
This person is not affiliated with any business or Blue Board record at ProZ.com.
Services
Translation, Subtitling
Expertise
Specializes in:
Construction / Civil Engineering
Tourism & Travel
Education / Pedagogy
Music
Mining & Minerals / Gems
Marketing / Market Research
Manufacturing
Management
Human Resources
Social Science, Sociology, Ethics, etc.
Also works in:
Investment / Securities
Finance (general)
Engineering (general)
Business/Commerce (general)
More
Less
Rates
Blue Board entries made by this user
1 entry
Access to Blue Board comments is restricted for non-members. Click the outsourcer name to view the Blue Board record and see options for gaining access to this information.
English to Indonesian: GDP = Waste General field: Bus/Financial
Source text - English Any system that has no way to measure, much less prioritize, opportunity costs and maximization of utility is not just flawed--it is terribly misguided and structurally destructive.
We're told the gross domestic product (GDP) measures growth, but what it really measures is waste: capital, labor and resources squandered in quixotic pursuit of waste masquerading as "growth."
50 million autos and trucks stuck in traffic, burning millions of gallons of fuel while going nowhere? Growth! All that wasted fuel adds to GDP. Everyone who works from home detracts from "growth" since they didn't waste fuel sitting in traffic jams.
Repaving a little-used road: growth! Never mind the money could have been invested in repairing a heavily traveled road, or adding safe bikeways, etc.--in the current neo-Keynesian system, building bridges to nowhere is "growth."
GDP has no mechanism to measure mal-investment or the opportunity costs of squandering capital, labor and resources on investments with marginal or even negative returns.
Buying a new refrigerator that could have been fixed by replacing a $10 sensor: growth! GDP has no mechanism for calculating the utility still remaining in roads, vehicles, buildings, etc. that are replaced--throwing away all the fixed-investment's remaining utility to buy a new replacement is strongly encouraged because it adds to "growth."
Building and maintaining extraordinarily costly weapons systems that are already obsolete: growth! The gargantuan future costs of interest paid by taxpayers on the debt borrowed to pay for the obsolete weapons is not calculated by GDP. The staggering costs of indebting future taxpayers is ignored by GDP--the only thing that counts in GDP is "growth."
Tearing out a functioning kitchen to install granite countertops and new appliances: growth! GDP has no mechanism to measure the decline of quality in new appliances, or the marginal utility of granite countertops over the existing surfaces.
Writing complex derivatives designed to defraud the buyers: growth! The immense profits booked by investment banks and the bloated salaries of the financiers who wrote and sold the guaranteed-to-default derivatives add greatly to GDP.
Creating another huge bureaucracy to oversee the financiers: growth! Squandering taxpayers' money on more layers of bureaucracy adds to "growth" and GDP--never mind that the labor is all wasted, since a 12-page law could have achieved the same results at near-zero cost.
GDP has no mechanism to measure the value of alternatives that use less capital, labor and resources to get the same results.
Tossing out an item of clothing that was worn once or twice in favor of the latest fashion: growth! GDP has no mechanism to measure what else could have been done with the oil burned to ship the new item of clothing across the Pacific and truck it to the retailer; if a consumer spends money on the new clothing, GDP registers that as "growth" (the only economic metric we measure and value) without calculating what else could have been done with the non-renewable resources squandered on frippery.
GDP is another outmoded part of the Keynesian Cargo Cult that worships "growth" and spending (a.k.a. aggregate demand) as the only goal. The Keynesian Cargo Cultists believe that paying people to dig holes and refill them is an excellent strategy for "growth:" ordering bureaucrats to bury wads of cash in abandoned mines and then turning the unemployed hordes loose to find the cash is Keynes' own example of worthy ways to generate "growth."
This narrow way of understanding the world completely ignores the non-renewable nature of fossil fuels and the critical concept of maximizing the utility of capital, labor and resources.
Any system that has no way to measure, much less prioritize opportunity costs (i.e. what else could have been done the capital, labor and resources) and maximization of utility is not just flawed--it is terribly misguided and structurally destructive.
Translation - Indonesian Sistem manapun yang tidak ikut mengukur atau tidak memprioritaskan biaya peluang dan optimasi pemakaian, bukan hanya cacat, tapi juga salah arah dan destruktif secara struktural.
Kita diajarkan bahwa PDB (Produk Domestik Bruto) mengukur angka pertumbuhan, tapi yang sebenarnya diukur hanyalah sampah: modal, tenaga kerja, dan sumber daya yang dihamburkan dalam upaya mengejar sampah yang bertopengkan “pertumbuhan”.
50 juta kendaraan dan truk yang terkena macet di jalan raya, menghabiskan jutaan galon bahan bakar yang sebenarnya tidak kemana-mana disebut pertumbuhan! Semua bahan bakar yang terbuang berkontribusi pada PDB. Sebaliknya, orang-orang yang bekerja dari rumah mengurangi “pertumbuhan” karena mereka tidak membuang-buang bahan bakar di jalan raya.
Mengaspal jalan = pertumbuhan! Tak perduli kemana perginya uang tersebut digunakan, entah untuk memperbaiki jalan lintasan kendaraan berat, atau menambah jalur sepeda, dalam sistem neo-Keynesian saat ini, membangun jembatan yang tidak berguna juga disebut “pertumbuhan”.
PDB tidak memiliki mekanisme untuk mengukur kesalahan investasi atau biaya peluang dari modal, tenaga kerja, dan sumber daya yang terbuang dalam investasi dengan marjin atau bahkan keuntungan yang negatif.
Membeli kulkas baru yang sebenarnya bisa dicegah dengan mengganti sensor kulkas lama seharga 10 dollar = “pertumbuhan”! PDB tidak memiliki mekanisme untuk mengukur potensi pemakaian yang tersisa pada jalan raya, kendaraan, bangunan, dan hal-hal lain yang diganti, sebab membuang semua potensi pemakaian yang masih tersisa pada investasi harta tetap untuk membeli pengganti yang baru sangat dianjurkan, karena itu berarti menambah “pertumbuhan”.
Memelihara sistem persenjataan yang luar biasa mahal meskipun sudah kuno = pertumbuhan! Biaya raksasa yang harus diberi para pembayar pajak untuk membiayai bunga di masa depan untuk sistem persenjataan kuno tersebut tidak diperhitungkan dalam PDB. Biaya-biaya yang dibebankan pada pembayar pajak di masa yang akan datang diabaikan. Satu-satunya hal yang dianggap adalah “pertumbuhan”.
Membongkar dapur yang masih berfungsi untuk dipasangi granit dan perabot baru = pertumbuhan! PDB tidak memiliki mekanisme untuk mengukur penurunan kualitas pada perabot baru tersebut, atau utilitas marjinal dari granit baru yang dipasang pada permukaan yang lama.
Menuliskan derivatif kompleks yang didesain untuk menipu pembelinya = pertumbuhan! Keuntungan besar yang dikeruk oleh bank investasi dan gaji ahli keuangan yang menjual derivatif yang dikembungkan justru sangat meningkatkan nilai PDB.
Menciptakan birokrasi yang mahal untuk mengawasi ahli keuangan = pertumbuhan! Menghamburkan uang para pembayar pajak untuk menambah lapisan birokrasi meningkatkan “pertumbuhan” dan PDB, tak peduli bila tenaga kerja tersebut tidak ada gunanya, sebab toh hokum 12 halaman yang tanpa biaya menghasilkan nilai PDB yang sama.
PDB tidak memiliki mekanisme untuk mengukur nilai opsi alternatif lain yang dapat menghemat modal, tenaga kerja, dan sumber daya untuk mendapatkan hasil yang sama.
Membuang baju model lama yang baru dipakai sekali dua kali karena telah ada tren busana terbaru = pertumbuhan! PDB tidak memiliki mekanisme untuk mengukur hal-hal apa saja yang bisa didapat dari biaya bahan bakar yang dihabiskan untuk mengirim baju-baru tren terbaru tersebut melintasi Samudra Pasifik dan mengirimnya lewat truk ke toko eceran. Jika seorang konsumen menggunakan uangnya untuk membeli baju baru, PDB melihatnya sebagai “pertumbuhan”, satu-satunya nilai ekonomi yang kita ukur dan perhitungkan, tanpa melihat potensi lain yang bisa dilakukan dengan sumber daya tak terperbaharui yang dihamburkan.
PDB adalah salah satu bagian usang dari Keynesian Cargo Cult (sistem pemuja arus barang-barang produksi dari negara-negara kapitalis global) yang menyembah “pertumbuhan” dan pengeluaran (alias permintaan agregat) sebagai satu-satunya tujuan. Pengikut Keynesian Cargo Cult percaya bahwa membayar orang untuk menggali lubang lalu menimbunnya kembali adalah strategi cerdas untuk meningkatkan “pertumbuhan”. Atau para birokrat yang mengubur sebongkah uang dalam tambang yang sudah tak terpakai, lalu meminta segerombolan pengangguran untuk mencari uang tersebut, juga menjadi contoh cara untuk mendongkrak “pertumbuhan”.
PDB merupakan pandangan yang sempit dalam menelaah ekonomi dunia yang betul-betul mengabaikan kelangkaan bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui dan konsep mendasar tentang optimalisasi modal, tenaga kerja, dan sumber daya.
Sistem manapun yang tidak ikut mengukur atau tidak memprioritaskan biaya peluang (misalnya apa saja hal lain yang bisa dilakukan dengan modal tersebut) dan optimasi pemakaian sumber daya bukan hanya cacat, tapi juga salah arah dan destruktif secara struktural.
English to Indonesian: Yacht for Sailing General field: Other Detailed field: Tourism & Travel
Source text - English This Elegant Yacht Is Perfect For A Millionaire Who Actually Wants To Sail
Behold, the world's largest aluminum sailing yacht.
The 210-foot long vessel was sold in November 2014, for around $25 million.
Christened "Felicita West" when she was built in 2002, the yacht features luxury accommodations for up to 14 guests in her 5 cabins.
She was renamed "Spirit of the C's" when sold last year.
She is manned by a crew of 14 and tops out at a leisurely of 15 knots (17 mph).
Perini Navi, the ship's builder, envisioned a yacht that would provide the perfect combination of sailing excitement and cosseted luxury. Based on these breathtaking pictures, we believe they executed their vision flawlessly.
The yacht was the brainchild of legendary nanval architect Ron Holland and Italian design firm Nuvolari-Lenard.
Originally constructed in 2003, it underwent an extensive refit in 2011.
It comes equipped with two Zodiac tender motor boats.
And a pair of Laser 2000 sailing dinghies.
Spend the day exploring the ocean with the yacht's onboard snorkeling equipment, fishing gear, and kayak.
Or bounce around on the yacht's inflatable 4 meter trampoline and banana boats.
Enjoy the ocean breeze over a refreshing drink.
Or a top notch dinner.
Take in the interior's understated elegance.
Spend a quiet afternoon in the vessel's lounge.
Or recharge your batteries in one of the luxurious cabins.
Translation - Indonesian Kapal pesiar yang megah ini sungguh sempurna untuk milyuner yang benar-benar ingin berlayar.
Saksikanlah, kapal pesiar aluminium paling besar di dunia.
Kapal sepanjang 210 kaki ini terjual di bulan November, 2014 seharga 25 juta dollar. Bernama “Felicita West” saat mulai dibangun di tahun 2002, kapal pesiar ini menawarkan akomodasi mewah 5 kabin untuk 14 pengunjung.
Namanya lalu berubah menjadi “Spirit of the C’s” saat terjual tahun lalu. Kapal ini dikendalikan 14 awak kapal dan berlayar dengan mulus pada kecepatan 15 knot (17 mil per jam). Perini Navi, sang perancang kapal, memimpikan sebuah kapal pesiar yang mampu memberikan kombinasi sempurna dari kenikmatan berlayar dan kemewahan yang elit. Berdasarkan gambar-gambar ini, kami percaya bahwa mereka telah mewujudkan mimpi mereka tanpa cacat.
Kapal pesiar ini merupakan hasil gagasan seorang arsitek kelautan legendaris, Ron Holland dan firma desain Italia Nuvori-Lenard. Mulai dibangun pada tahun 2003, kapal ini menjalani renovasi di tahun 2011 dan saat kembali telah dilengkapi dengan dua mesin motor Zodiac dan sepasang kapal kecil Laser 2000.
Nikmatilah hari mengarungi samudra dengan kapal pesiar yang dilengkapi dengan peralatan snorkeling, alat pancing, dan kayak. Atau melompat di trampolin sepanjang 4 meter dan banana boat.
Nikmati angin laut ditemani minuman yang menyegarkan, atau makan malam kelas atas. Rasakan elegansi interior kapal, habiskan waktu dengan tenang di lounge, atau isi kembali semangat hidup Anda di kabin yang mewah.
More
Less
Experience
Years of experience: 9. Registered at ProZ.com: Mar 2015.
To me, being translator is to inject life into the text.
I am an engineer that spent 6 years working in multinational mining company, using English as main language, provided me familiarity with spoken and written English. My background as a writer and a blogger that won numbers of writing competition both in creative and academic writing also ensures that I have a guaranteed quality to put more sense into the text.
I have well-developed written communication skills and excellent English proficiency that can be very useful in providing English - Indonesian translation. I also have that rare quality of sensibility to adjust my translation based on the viewer target.
On top of these competencies, I adhere to a work ethic, attention to detail, and high demand situations.
Keywords: english indonesian translator, indonesian translator, indonesia, indonesian, engineering, academic, social science, finance, business, sport. See more.english indonesian translator, indonesian translator, indonesia, indonesian, engineering, academic, social science, finance, business, sport, music, bahasa indonesia, blog, blogger, blog writing, academic writing. See less.